Kontroversi Event Organizer dalam Ospek Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (FST Unair)


Oleh : Daris Ilma

Ospek sepertinya sudah menjadi hal wajib yang dilakukan di berbagai universitas untuk memperkenalkan sesama mahasiswa baru. Di Universitas Airlangga tepatnya di Fakultas Sains dan Teknologi kegiatan ospek dilakukan dalam 3 tahap yaitu Ospek Universitas, Ospek Fakultas dan Ospek Departement. Kelanjutan dari ospek departemen ini adalah Camp yang pada tahun 2010 dikenal dengan nama STT dan di tahun 2011 ini dikenal dengan nama outbound. Partisipasi mahasiswalah yang membuat kegiatan tersebut dapat berjalan hingga saat ini.

Tapi bagaimana jika ospek yang selama ini dikelola mahasiswa diambil alih oleh pihak fakultas yang disini mereka menggunakan Event Organisation (EO)? Tentunya ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Apa alasan utama sehingga harus memakai EO? Hal yang kemudian perlu diperhitungkan ialah peran mahasiswa dan dana. Kita tahu bahwa selama ini pengkaderan mahasiswa baru adalah ranah mahasiswa. Jika EO masuk maka dimana peran mahasiswa? Selain itu ada juga masalah dana yang dikeluarkan tentunya jauh lebih besar ketika pihak fakultas menggunakan EO daripada saat mahasiswa sendiri yang mengelola acara tersebut.

“Dalam STT masih ada kekurangan. Alasan kita menggunakan EO pada outbound ini karena kasihan terhadap panita yang mempersiapkan acara yang secara tidak langsung akan mengganggu dirinya sendiri. EO sudah banyak diterapkan. Fisip full EO, FIB dan FKH tidak ada camp. Tapi mahasiswa menganggap itu ranah mahasiswa.” Ucap Win Darmanto selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi ketika dikonfirmasi di tempat kerjanya.

Kekurangan yang dimaksud diatas adalah kurang terjaminnya masalah kesehatan, intimidasi yang masih dilakukan oleh senior dan keamanan mahasiswa baru yang dari tahun ke tahun tidak megalami perubahan. Hal itu memang seharusnya menjadi point-point yang dipertimbangkan ketika mahasiswa mengkonsep suatu acara. Tahun 2010 pihak fakultas mengatakan kalau konsep dari acara STT yang kurang baik.

Lainnya

Bayar Ikoma Dulu Baru Bisa Dapat SKP


Oleh : Daris Ilma

Berbagai persolan tentang Ikoma ternyata tidak juga usai. Setelah Forum Advokasi mahasiswa (FAM) melakukan aksi koin untuk Ikoma tentang pengelolaan dana dan posisi Ikoma di lembaga kampus belum memenemukan titik temu, kini terdengar kabar mengenai keterkaitan pembayaran Ikoma dengan  perolehan SKP. Menurut kabar yang beredar, mahasiswa yang belum melunasi pembayaran Ikoma tidak bisa mendapatkan SKP. Dari kabar ini terlihat bagaimana Iuran Ikoma telah berubah dari sifatnya yang sukarela menjadi  iuran “Wajib”. “Itu belum keputusan dari mahasiswa. Pihak BEM masih mencari solusi untuk menyelesaikan masalah ini.”  Ujar M. Arif (Ketua BEM FST) saat ditemui di kesekretariatan BEM.

Jika dilihat dari eksistensinya sebagai lembaga independen sebenarnya Ikoma turut berperan dalam rangka mendukung aktivitas mahasiswa. Banyak anggaran dana kegiatan yang pemasukan utamanya dari Ikoma. Hampir 70 % dana yang dipakai ormawa untuk kegiatan berasal dari Ikoma. Dana PKM, dana aktivitas mahasiswa tingkat regional nasional dan bahkan internasional hampir semuanya berasal dari Ikoma. “Tidak seimbangnya antara pemasukan dan pengeluaran membuat Ikoma mempunyai unisiatif untuk menempuh cara ini agar mahasiswa mau membayar. Ini bisa dilihat dari banyaknya proposal yang masuk yang masih belum dicairkan dananya karena minimnya pemasukan.” Ujar Ahmad Saifur Rijal (Ketua Himbio).

Banyaknya mahasiswa yang belum membayar Ikoma ini dikarenakan belum merasakan esensi dari Ikoma.  Hanya mahasiswa yang aktif di organisasi yang merasakan esensi dari Ikoma karena banyaknya kegiatan yang mereka adakan, pemasukan utamanya berasal dari Ikoma. Perubahan sistem pembayaran dari 1.800.000 per semester yang kini berubah menjadi 600 ribu selama menjadi mahasiswa FST ternyata belum bisa merubah kondisi mahasiswa agar segera membayar. Dari situlah muncul kabar tentang keterkaitan pembayaran Ikoma dengan SKP.

“SKP adalah suatu timbal balik  yang saling menguntungkan. SKP bisa menambah poin untuk diakhir kuliah.  Jika ada keterkaitan SKP dengan pembayaran Ikoma itu adalah untuk memotivasi agar teman-teman marasa ada imbal balik dari pembayaran Ikoma. Kita print tugas dan sebagainya di Ikoma tidak membayar karena kita telah membayar uang Ikoma.” Tambah Ahmad Saifur Rijal (Ketua Himbio).

Lalu apa salah jika nantinya Ikoma mengeluarkan kebijakan tersebut?

Lainnya