Jika Dia Aku


Aku tak mau menjadi yang kedua

Aku tak ingin dituduh sebagai perusak hubungan

Aku sudah pernah menanyakan

Adakah yang lain selain aku?

 

Ketika aku mulai mengetahui tentang sesuatu

Aku mulai berfikir

Jika aku di posisi wanita itu, wanita yang sepertinya begitu menyayangimu

Apakah aku akan tegar ketika tahu kau dengan yang lain, yaitu aku?

Jika itu aku, maka aku akan hancur

Lainnya

Tinggalkan


Tinggalkan..

Jika memang dia sayang

Tak akan semudah itu melepaskan

Jika memang dia serius

Tak akan semudah itu berbohong

 

Tinggalkan…

Meski kamu masih sayang

Itu hanya akan membuat sakit

Jika hanya kamu yang berjuang

Lainnya

Mari Hadang


Erma Retang dan Anak Bungsunya

Erma Retang dan Anak Bungsunya

 Tadi sekitar pukul 22:00 seusai kuliah aku membuka facebook dan melihat notif yang bikin aku pengen copas tulisannya di blog ini. Satu notif yang membuatku tertarik adalah notif dari Erma Retang, yang biasa dipanggil Bunda Erma oleh anak-anak muda seperti aku. Ia menuliskan puisi tentang fasisme. Bunda Erma adalah ibu rumah tangga yang aktif dalam kegiatan sosial. Orang biasa bilang aktifis. Pernah juga memberikan pelatihan membuat kerajinan tangan untuk ibu-ibu korban Lumpur Lapindo. Ibu rumah tangga yang unik.

Berikut ini adalah puisi yang Bunda Erma tulis ditengah hiruk pikuk Pilpres dan penindasan kepada rakyat kecil. Di Bali masyarakat melakukan aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa. Di Wotgalih, Lumajang akan ada atau mungkin sudah dilakukan pengerukan pasir besi di Pantai mBah Drajid demi pembangunan dan investasi di kota-kota besar. Di Porong korban Lumpur Lapindo masih berjuang untuk bersosialisasi dengan lingkungan baru setelah mereka secara halus diusir dari tanah kelahirannya, ada juga korban yang masih berjuang untuk menuntut penyelesaian ganti rugi yang hingga delapan tahun ini belum dibayar lunas. Di Rembang, Jawa Tengah ada rakyat yang dihadapkan dengan aparat polisi karena mempertahankan lahannya yang akan dibongkar menjadi tambang PT Semen Indah dan pengerukan pegunungan Kendeng. Di Karawang rakyat dihadapkan dengan ribuan brimob dan preman Agung Podomoro Group Tbk demi mempertahankan tanah yang telah mereka kelola turun-temurun.

MARI HADANG!!!

Mari Hadang

Fascist itu ada di depan mata

hunus bedil halau petani dan buruh jelata

demi jaga modal bisnis

dengan deretan nol berbaris baris

Fascist itu ada di belakang punggung

siap tembak layaknya operasi petrus masa Orba

mengendus setiap jejak lurus lengkung

layaknya gagak buntuti pencabut nyawa

Fascist itu ada di setiap lekuk lengan

yang saling berhimpitan dalam barisan

menyelusup antara sela jemari dan tungkai

lekat erat antara mata dan nyali

Lalu fascist mana yang hendak di hadang

sedang mereka ada diantara kita semua

berhumbalang demi kekuasaan semesta negri

berserakan serupa kotoran tak bisa di cuci

Jika hadang satu sembari lupa yang lain

apa beda dengan bergumul di dalam kain

mereka ada seribu lusin

mari hadang dengan jemari dijalin

kita sama tahu siapa musuh dan lawan

pun kita tahu sumber kekuatan

Tolak Pengeboran Karena Janji-Janji Palsu Pihak Lapindo


1

Kondisi sumur pengeboran PT. Lapindo Brantas, INC di Dusun Kaliwungu Desa Banjar Asri Kecamatan Tanggulangin

IMG_7453

Kondisi sumur pengeboran PT. Lapindo Brantas, INC di Dusun Kaliwungu Desa Banjar Asri Kecamatan Tanggulangin

Begitulah kondisi pengeboran yang telah dilakukan oleh Lapindo Brantas, INC. yang ada di Dusun Kaliwungu Desa Banjar Asri  Kecamatan Tanggulangin. Menurut penuturan warga disekitar lokasi pengeboran, sumur produksi TG 1 ini telah beroperasi lebih dari 10 tahun.  Berbeda dengan Pak Satpam yang mengatakan sumur tersebut non aktif.

“Rencananya Lapindo akan mengaktifkan kembali sumur yang sudah tidak beroperasi selama 10 tahun ini. Jadi sumur yang lama akan diaktifkan kembali,” tutur Pak Satpam yang tidak saya ketahui namanya.

Hal itu dibantah oleh Abdul Aziz (70), warga Dusun Kaliwungu. Ia mengatakan sumur  tersebut masih beroperasi.

“Nggak mungkin sumur tersebut tidak beroperasi. Setiap hari kami masih mendengar  suara mesinnya. Yang benar itu Lapindo mau ngebor lagi disampingnya. Jadi rencananya disitu akan ada dua sumur,” ungkapnya.

Wajar jika Pak Satpam tidak jujur pada saya. Saat memasuki lokasi, saya langsung ditanya apakah saya wartawan, ada perlu apa dan dari mana. Mungkin karena kamera dan tas yang kupakai membuatnya curiga.

Segera kujawab,

“Bukan  pak, Saya warga Desa Besuki. Saya kesini ingin melihat secara langsung lokasi pengeboran yang sedang ramai dibicarakan.”

Pak Satpam kembali berkata,

“Saya takutnya mbak ini wartawan. Karena wartawan dan media apapun itu memang dilarang masuk ke area ini. Mbak kalau mau ngambil gambar dari sini saja. Jangan mendekat ke lokasi,” ujarnya.

Baiklah, Saya tidak mendekat ke lokasi pengeboran. Dengan cepat saya mengganti lensa kamera. Dari semula EFS 18-55 mm langsung berubah menjadi EFS 55-250.

Saat ditanya mengapa wartawan dan media tidak boleh masuk ke lokasi,

“Memang aturannya seperti itu mbak,” jawabnya.

5

Anak-anak desa bebas bermain di area pengeboran

4

Dibalik gundukan pasir terdapat kolam air yang digunakan anak-anak untuk mandi

Terdapat kolam air disebelah gundukan pasir tersebut. Air bekas kolam ikan digunakan anak-anak untuk mandi. Terlihat dari beberapa anak basah kuyup setelah keluar dari kolam. Namun saya tidak bisa mendekati lokasi untuk memastikan seberapa besar dan dalamnya.

Kembali ke masalah pengeboran yang akan dilakukan oleh Lapindo. Aziz menjelaskan, sesuai dengan izin yang diberikan warga pada Desember 2015, saat ini Lapindo hanya bisa melakukan pengurukan tanah untuk pijakan alat tanpa melakukan pengeboran.

“Kalau dulu itu izinnya pengurukan, bukan pengeboran. Tapi yang saya lihat sekarang ini Lapindo sudah mulai meletakkan pipa-pipa besi yang untuk ngebor,” tutur Aziz.

Saikun (60), warga Dusun Kaliwungu juga mengatakan bahwa pipa pengeboran seharusnya datang setelah pengurukan selesai dan mendapat kembali  izin dari warga.

“Saat tahu truk yang mengangkut pipa-pipa itu datang, ibu-ibu Dusun Kaliwungu mengadakan demo. Kami khawatir kalau Lapindo melakukan pengeboran lagi. Sampai saat ini warga hanya member izin untuk pengurukan bukan pengeboran,” ungkapnya.

IMG_7440

Batas antara lokasi pengeboran dan permukiman hanya terbuat dari pagar besi yan sudah berkarat

IMG_7463

jarak antara lokasi pengeboran dan permukiman hanya 90 meter

Lokasi pengeboran yang jaraknya hanya 90 meter juga membuat warga resah.

“Jaraknya saja sudah menyelahi aturan. seharusnya jarak aman dari permukiman itu 150 meter. Bahkan peraturan terbaru jaraknya harus 1 km,” ucapnya.

Ia menambahkan, sebelum pengurukan dilakukan, Lapindo menjanjikan uang debu Rp 1 juta per KK untuk warga di tiga dusun yaitu Kaliwungu, Banjar Anyar dan Gayam. Namun pada 7 Januari warga hanya mendapatkan Rp 350 ribu per KK.  Sehari setelah itu,  Lapindo mulai melakukan pengurukan.

“Dari awal kami selalu dibohongi. Sekarang ini Lapindo seperti  ingin secepatnya melakukan pengeboran. Kami masih trauma dengan suara pengeboran yang membuat kami tidak bisa tidur siang dan malam,” lanjutnya.

Masih teringat jelas dalam ingatannya. Sekitar tahun2000 Lapindo mulai melakukan pengeboran di lokasi yang saat ini telah diberi pita berwarna merah putih itu. Mulanya pihak Lapindo mengatakan bahwa suara yang akan  keluar dari aktifitas pengeboran tidak akan mengganggu warga. Namun hampir dua bulan, nyaring suara mesin terus  terdengar hingga jarak 2 km.

“Dulu pihak Lapindo bilang kalau suaranya cuma des des aja. Kami ya percaya saja karena kami tidak pernah tahu bagaimana suara pengeboran. Nelongso mbak. Nggak bisa tidur  karena sangat bising.”

Masih di tahun 2000 Aziz dan Saikon menjelaskan bahwa warga menolak rencana pengeboran dengan mengumpulkan tanda tangan warga. Namun ada oknum yang menjadikan tanda tangan itu menjadi bukti persetujuan warga terkait pengeboran.

Kebohongan lain dari pihak Lapindo yang diungkapkan oleh Saikon adalah terkait izin aktifitas. Menurutnya, izin yang keluar ke warga ialah untuk pendirian pabrik mi instan. Warga sempat menolak ketika mengetahui lokasi tersebut akan dijadikan sumur gas. Mereka mulai melakukan aksi. Kekuatan warga terkikis setelah beberapa tokoh masyarakat di desanya mendapatkan tekanan dari pihak Polres. Tidak hanya itu, Kepala Desa yang baru yaitu Mukison sangat jelas mendukung aktifitas pengeboran tersebut.

“Kami seperti kehilangan pegangan. Pergerakan tiga tokoh masyarakat kami saat ini diawasi secara ketat oleh Polres sehingga mereka diam. Kepala Desa yang lama yaitu Pak Didik dulu sangat gencar menolak pengeboran. Tapi setelah pergantian kepdes kami sudah tidak bisa apa-apa,”  ungkap Saikon.

Tidak sampai disitu. Terkait pemasangan pipa sesuai sosialiasi, Lapindo akan menanam pipa penyalur gas di jalan raya. Namun yang terjadii, pipa tersebut dipasang di lahan warga. Setelah mendapatkan protes, Lapindo memberikan kompensasi sebesar Rp 300 ribu per rumah.
“Banyak sekali kebohongan Lapindo. Dari awal sampai sekarang. Dulu juga pernah berjanji akan memberikan pasokan gas untuk warga. Tapi sampai saat ini cuma omong kosong. Pipa penyalurnya memang ada namun tidak berfungsi,” ucapnya sambil tertawa dan menggeleng.

Ia mengatakan, selama ini ia dan warga telah melakukan penolakan namun selalu dihalangi.

“Setelah kasus Lumpur Lapindo yang ada di Desa Renokenongo itu, warga semakin takut jika disini di bor lagi. Kami takut jika kami menjadi korban selanjutnya. Saya sudah tidak bisa percaya sama aparat desa dan hukum. Intinya saya tidak rela dunia akhirat,” pungkasnya.

Sulaiman dan Deretan Penjual Buku Aspal Yang Ramai Pembeli


Pak Sulaiman Dan Tumpukan Buku Yang Ia Jual

Pak Sulaiman Dan Tumpukan Buku Yang Ia Jual

16 juli 2012. Ini sudah hampir setahun yang lalu ketika saya diajak oleh teman-teman untuk membeli buku di daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Sampai di Kwitang saya terkejut dengan banyaknya penjual buku disepanjang  trotoar jalan. Seperti kampung buku. Dimana-mana bisa kita temui penjual buku. Ketika masuk ke salah satu toko buku, saya berfikir seperti di toko buku yang pernah saya temui yaitu hanya ada satu penjual di satu toko. Tapi disini beda. Dalam satu toko buku ini terdapat sekitar 26 penjual buku atau pedagang. Di toko ini setiap pedagang diberikan tempat sekitar 1 x 2 meter. Pembatas antara satu penjual dengan penjual lainnya ya dari tumpukan buku-buku itu. Menarik bukan?

Sulaiman adalah pedagang yang saya datangi. Ini adalah saran dari teman saya. Menurutnya, harga buku yang dijual oleh Sulaiman lebih murah dibandingkan harga di pedagang lain. Saya mulai mengamati beberapa buku yang ia jual.

Hmmmm… Banyak sekali judul buku yang menarik. Sambil melayani pembeli yang lain, Sulaiman mengambilkan beberapa buku yang saya inginkan. Dilihat dari caranya melayani para pembeli, ia adalah orang yang sabar dan telaten.
Ia begitu hafal letak buku yang diinginkan oleh pembeli. Dengan cepat ia mengambil buku yang dicari dan memberikannya kepada pembeli.

 “Kalau saya belinya 85 ribu gimana saya jualnya? Sudahlah. 50 ribu saja.” Tawar salah satu pembeli kepada Sulaiman. Ia menolak harga yang ditawarkan si pembeli. Menurutnya, buku dengan judul Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammmad Husain Haekal ini sudah ia jual dengan harga yang sangat murah. Lainnya

Previous Older Entries